-->

Selasa, 26 Juni 2012

Film Perempuan ala Luna Maya Sigi Wimala, dan Ilya Sigma


Bagaimana jadinya ketika tiga kepala perempuan beradu untuk membuat sebuah film? Bukan hanya sekadar berandai-andai, Luna Maya, Sigi Wimala, dan Ilya Sigma (Anggi), menyatukan visi lalu membuat film dengan kadar hiburan dan rasa yang seimbang.
“Pintu Harmonika”, judul film yang kini sedang digarap oleh Luna Maya, Sigi Wimala, dan Ilya Sigma menjadi bukti kesekian kalinya bahwa perempuan pun mampu idealis dan dibanggakan lewat karya. Mengusung keistimewaan sebagai film dengan tiga genre dalam satu judul dan digarap oleh tim yang sebagian besar bergender perempuan, film yang ide ceritanya datang dari novelis Clara Ng ini, dibuat dengan menyisipkan pesan bahwa setiap perempuan hebat apabila mereka mau.
Ketika perempuan buat film, akan lebih make believe
Luna: “Pintu Harmonika” adalah film drama keluarga yang dikemas dalam genre yang berbeda-beda, yaitu drama, komedi, dan thriller. Setiap genre punya sub judul berbeda-beda, yaitu Otot (komedi), Skors (drama), dan Piano (thriller). Walau berbeda genre, jalan cerita film berlangsung dalam satu lokasi yang sama, yaitu ruko, tapi segi ceritanya nggak terkait sebab-akibat. Kami memilih tema cerita ini karena masalah keluarga erat kaitannya dengan perempuan. Tapi, bukan hanya membuat film bersama-sama seperti layaknya omnibus biasa, kami memutuskan untuk mengombinasikan genre yang berbeda dalam satu film.
Sigi: Umumnya, orang-orang begitu mendengar sebuah film bergenre drama, berpikir kalau itu sebuah tontonan yang berat dan dramatis. Tapi, yang kami lakukan di sini adalah film ini sama sekali nggak menggurui, justru ingin menghibur. Untuk bisa menghibur, kami berpikiran bahwa less is more sehingga tipe konfliknya bukan sesuatu yang kecil dibesar-besarkan. Kami mengangkatnya dengan sudut pandang bagaimana kalau masalah itu terjadi di kehidupan nyata. Seperti di bagian saya, kalau ada konflik antara ibu dan anak, kejadian dan cara menghadapinya ya seperti itu in real life. Penonton jadi familiar dengan konflik yang kami angkat ke dalam film ini dan nggak ada gap antara filmmakers dan audiens.
Anggi: Ya, kami menyuguhkan rasa berbeda dalam sebuah tontonan dan diharapkan bisa dirasakan hingga ke bangku penonton.
Luna: Soal selera, kami nggak bisa mematok seberapa banyak orang mau menonton atau suka dengan film tertentu. Film ini bukan untuk mengajarkan yang benar dan salah kepada orang tua atau anak. Tapi karena membuat film ini dengan totalitas tinggi, kami berharap pesan yang ingin disampaikan itu bisa sangat mengena di hati penonton. Selling point dalam film ini bisa juga dari pemilikan lokasi ruko. Sejauh yang saya tahu, jarang film Indonesia yang mengangkat kehidupan rumah tangga di ruko. Nilai filosofinya pun nanti bisa ditangkap kenapa memilih setting ruko.
Tiga perempuan dalam satu tempat, (tak) selalu ada drama
Luna: Justru kami saling mendukung dan membantu. Mulai dari draft cerita, kami saling membaca porsi cerita kami masing-masing dan memberikan komentar dimana yang kurang dan mana yang bagus, karena masukan seperti itu semakin membuat cerita film ini solid. Kami melakukan ini karena bukan ingin berkompetisi. Kalau melihat film omnibus yang lain, sedikit terasa ada kompetisi dari segi cerita atau tim yang satu dengan yang lain. Sementara, dalam pengerjaan film ini seluruh tim adalah orang yang sama untuk ketiga bagian cerita, sehingga nggak ada satu bagian yang menonjol daripada bagian yang lain. Film ini harus menjadi satu kesatuan walaupun gaya penceritaan dan kisahnya berbeda. Kalau film garapan saya jelek, film mereka juga ikut jelek, begitu pun sebaliknya. Ketika menonton film ini, kami ingin penonton bisa menemukan kelebihan masing-masing bagian cerita, nggak ada yang timpang.
Sigi: Karakter kami yang berbeda satu sama lain itulah yang membuat ide membuat tiga genre dalam satu film itu bisa berjalan. Itu juga bisa terlihat dari kepribadian asli kami. Kepribadian riang Anggi yang bisa menengahi masa-masa intens di antara kru film yang lain, membuat genre bagiannya pas di drama komedi. Sementara, kalau Luna orangnya very persistent, tahu apa yang dia mau, dan gigih mempertahankan pendapatnya, sehingga memang pas mendapatkan porsi genre drama yang ada muatan konflik antara anak dan bapak dengan ego masing-masing.
Anggi: Kalau Sigi memang lebih pas yang sisi “gelap”nya, karena kepribadian dia yang pemikir, misterius, dan kecenderungan kesukaannya pada film dan musik yang dark. Genre thriller memang paling pas untuknya dan kita semua juga sudah tahu kalau dia akan memilih jenis ini saat film ini terbagi ke dalam tiga genre.
Kami semua perempuan perfeksionis!
Luna: Kami ingin film ini sesempurna mungkin. Mulai dari editing sampai irama cerita sejak awal hingga akhir film, inginnya bisa “membangunkan” rasa penonton. Untuk segi scoring, kami ingin memberikan waktu kepadamusic director untuk bisa memberikan sentuhan musik yang terbaik supaya film ini lebih bisa menyentuh. Kami juga ingin teliti dalam pemberian grading warna. Dari segi waktu rilis filmnya pun kami memilih Desember karena itu sempurna. Ada libur Natal, Tahun Baru, dan Hari Ibu juga. Kami nggak mau diburu-buru dalam proses membuatnya karena ingin hasilnya sesempurna mungkin. Ini adalah debut pertama kami bertiga membuat film dan merasa bertanggung jawab kepada penonton supaya bagaimana mereka bisa menikmati hasil karya kami. Pokoknya, semua hal kami ingin semuanya bagus.
Sigi: Keperfeksionisan kami karena untuk mendapatkan kesempatan menyutradarai seperti ini susah. Kami terhitung sutradara baru dan bisa dikasih kesempatan sebesar ini sangat langka. Debut pertama juga menjadi momen yang krusial karena hasil kerja kami akan dinilai oleh banyak orang. Makanya, dari awal mengiyakan sampai sekarang, kami benar-benar menikmati tahapnya supaya bisa betul-betul mencapai hasil terbaik.
Anggi: Waktu produksi yang panjang ini juga menjadi kesempatan untuk promo dan membangun awarenesspublik terhadap film ini. Kami punya lebih banyak waktu untuk membuat orang-orang penasaran.

Luna: Walaupun sebenarnya deg-degan juga karena kita semua biasanya datang ke premier film orang lain yang entah banyak atau sedikit, pasti ada berkomentar dan menilai. Itu pasti juga akan terjadi pada kami nanti dan harus menyiapkan mental dari sekarang.

Apa Kabar Ariel di Penjara?


Salah satu nama yang paling ditunggu-tunggu karya musiknya adalah Ariel Peterpan. Ariel yang saat ini masih mendekam di penjara akibat kasus video porno dikabarkan akan bebas tahun ini. Tentu sangat besar harapan fans musik Indonesia untuk dapat kembali melihatAriel memimpin bandnya, Peterpan.
Seperti yang diketahui, walau sedang berada di balik jeruji besi, Ariel tetap tak bisa lepas dari sorotan media. Segala tingkah lakunya masih kerap dijadikan headline di berbagai media. Apa saja?
1. Rilis Single Dara

Walau berada di penjara, namun bukan berarti Ariel berhenti berkreativitas. Nalurinya sebagai musisi mengantarkannya untuk merilis sebuah single berjudul Dara. Single ini dirilis dan disebarkan di radio-radio di segala penjuru Indonesia bulan Januari 2012 silam.

Menurut manajer
 Ariel, Budi Soeratman proses perilisan single ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Budi mengaku butuh waktu panjang untuk mendapatkan izin dari berbagai pihak mengingat status Ariel yang masih merupakan tahanan.

Single
 Dara diciptakan Ariel khusus untuk para Sahabat Peterpan yang hingga kini masih setia memberikan dukungan moral pada sang idola. Lagu tersebut sekaligus menjadi bukti bahwa Ariel masih eksis dalam berkarya

2. Kunjungan Luna Maya

Masih di bulan Januari 2012, moncong kamera wartawan kembali mengarah ke Ariel ketika Luna Maya yang kala itu dikabarkan sebagai kekasihnya datang berkunjung ke penjara. Kabar bahwa keduanya sudah tidak berpacaran kembali terbantahkan. Hingga kini masih belum pernah ada pernyataan resmi tentang status keduanya.

"Kalau soal putus cinta itu ya hanya
 Luna, Ariel dan Tuhan aja yang tahu," ujar Budi, Manajer Ariel kala itu.
3. Dikabarkan Bebas 23 Juli

Para penggemar Ariel tersenyum gembira mendengar kabar idola mereka akan bebas 23 Juli 2012. Kabar ini dihembuskan oleh M. Nasir Almi, SH. MM, Kakanwil Hukum dan HAM Jawa Barat di Rutan Kebonwaru, Bandung. Ia mengatakan Ariel masih harus menjalani masa asimilasi hingga bulan Juli.

"Asimilasi ini sampai Juli sepertinya, sampai dia dapat PB. Saat sudah mencapai 2/3 masa tahanan. Kalau dia nggak ada masalah, kurang lebihnya Ariel bisa keluar 23 Juli," ungkap Nasir Almi Januari lalu.

4. Sempat Menghirup Udara Segar

Februari 2012, kabar mengejutkan darang dari Rutan Kebon Waru tempatAriel mendekam. Ariel ternyata telah menghirup udara segar sejak 2 minggu sebelumnya dalam rangka mengikuti program asimilasi narapidana.

Ariel
 dikabarkan bekerja untuk sebuah perusahaan konsultan arsitektur di Bandung. Layaknya seorang karyawan, Ariel bekerja sejak pagi hingga sore dan kembali ke tahanan. Ia pun mendapatkan haknya berupa gaji. Namun sesuai aturan Ariel hanya akan menerima separuh gaji, sebagian disumbangkan untuk negara.

5. Dekat Dengan Momo Geisha

Ariel seolah tak pernah lepas dari pemberitaan walau raganya masih berada di dalam penjara. Maret 2012 lalu, ia dikabarkan sedang dekat dengan vokalis Geisha, Momo.

Rumor tersebut dengan cepat berhembus seiring seringnya Geisha mengunjungi
 Ariel ke penjara. Namun tak lama kemudian Geisha menyangkalnya dengan mengatakan kunjungan tersebut merupakan bagian dari proyek yang ia kerjakan bersama Ariel dan kawan-kawan.

"Dekat iya, memang kebetulan ada proyek dengan
 Ariel dan teman-teman jadi intensitasnya berkunjung sering," sangkal Momo.
6. Ditipu Content Provider

Kerja sama Ariel dengan sebuah content provider PT Hypermind mengalami masalah. Pihak Ariel merasa telah melakukan kewajibannya, sedangkan belum ada timbal balik dari perusahaan.

Kerja sama itu sendiri berupa olahan quote karya-karya
 Ariel dalam bentuk puisi untuk dijadikan content SMS oleh PT Hypermind. Selama satu tahun bekerja sama, manajemen Ariel mengaku tidak mendapatkan kejelasan dan merasa dicurangi.
7. Musica Siapkan Kejutan

Hari kebebasan Ariel makin dekat. Fans, sahabat, bahkan pihak Musica sebagai label Ariel memiliki cara tersendiri untuk menyambut sang idola. Walau tidak secara rinci menyebutkan, namun pihak Musica memastikan akan ada kejutan khusus untuk menyambut Ariel.

"Pokoknya, persiapan yang akan kami berikan tunggu saja nanti," ujar Produser Musica, Ibu Acin awal bulan ini.

Kamis, 07 Juni 2012

LUNA MAYA “Saya Ketagihan Sutradarai Film”


Bisa diceritakan pengalaman saat pertama kali terjun sebagai seorang sutradara?
Sebelumnya sudah pernah bikin film pendek, tapi untuk film layar lebar baru pertama kali. Jadi lumayan tegang, lumayan deg-degan. Perasaannya semua campur aduk.
Menjadi seorang sutradara tentunya tidak mudah. Darimana Anda belajar ilmu sutradara?
Aku belajar otodidak. Lebih banyak menonton film, melihat proses syuting. Karena suka banget sama film jadi merasa ada ketertarikan. Kalau aku nggakterlalu gaul, tapi aku lebih banyak gaul sama orang di belakang layar dan banyak mendapat input dari mereka. Awalnya nggak mengerti akhirnya learning by doing. Fondasi aku otodidak, aku lewat feel saja. Kalau menurut aku bagus itu sudah cukup.
Apa kesulitan yang dihadapi saat mengawali karier sebagai seorang sutradara?
Sebenarnya kan tergantung kita maunya bagaimana. Kalau kita bisa mengendalikan semuanya, aku rasa kendalanya nggak akan ada karena yang pegang kendali di sutradara. Kalau sutradaranya bisa meng-handle dengan baik kru dan segala macamnya bisa baik-baik saja.

Mengarahkan, yang penting kita tahu apa yang kita mau. Jadi pas mengarahkan, “Oh gue sudah tahu harus kayak begini.” Untuk mendapatkan yang kita mau kita harus paham dahulu. Ketika mengarahkan pemain, aku harus mendapatkan apa yang aku mau.
Berdasarkan pengalaman saya waktu di-direct, yang benar-benar mengarahkan, membuat kita benar-benar terpacu.”Secara emosi gue harus bagus nihKok guekasih segini kurang ya. Berarti harus bisa lebih lagi”. Kayak begitu. Dibandingin sama sutradara yang kita kasih, dia terima saja. Membuat si pemain malah jadi males. Males untuk memberikan yang lebih yang dia punya.
Harus dilihat juga background pemainnya. Apakah dia senang dibegitukan. Pendekatannya pasti beda-beda. Mengenali karakter pemain dan nggak bisa dipukul rata.
Apa yang membuat Anda tertarik menjadi seorang sutradara? Siapa orang yang mendorong Anda menjadi sutradara?
Lebih karena suka film saja. Terus penasaran dengan proses syuting, proses produksi sebuah karya film apapun itu. Lebih karena suka berimajinasi saja. Selalu takjub dengan bagaimana orang bisa membuat sesuatu film yang bagus dan menarik. Jadi itu yang melatarbelakangi kenapa aku tertarik.
Apa kesulitan yang dihadapi ketika syuting film ‘Pintu Harmonika’, terlebih juga Anda bertindak sebagai produser?
Pada saat sudah mulai produksi, ya ikut dalam menentukan apapun. Tapi kalau sudah masuk ke kreatif aku serahkan sama co-produser aku, aku lebih fokus jadi sutradara. Jadi tidak begitu sulit membagi waktu.
Sebagai produser berarti harus mencari investor. Bagaimana Anda melakukan itu?
Balik lagi kepada konsep dan ide. Konsep dan ide ada harganya. Bagaimana orang yakin dengan konsep dan ide, apapun itu yang kita lihat punya potensi yang besar aku rasa semua orang bisa. Ada pasti. Ya susah-susah gampang sih. Ternyata kalau kita punya konsep dan ide itu menarik, suatu hal yang baru dan yakin banget bisa diterima, dan ternyata banyak pihak juga yakin.
Bisa diceritakan film ‘Pintu Harmonika’ ini tentang apa?
Ada tiga genre film, ada thriller, drama, dan komedi romantis. Di situ bercerita mengenai bagaimana kehidupan di ruko yang kebetulan bertetangga. Ketika pintu ruko itu tertutup, masing-masing kepala keluarga mempunyai problem yang berbeda-beda pula, dan itu yang ingin diangkat dan diceritakan dalam film ini.
Genre drama menceritakan tentang hubungan antara anak dan ayah yang komunikasinya kurang baik, sehingga membuat permasalahan muncul di situ. Ditambah lagi dengan problem keuangannya. Bagaimana suatu keluarga harussurvive dalam perekonomian keluarga ini. Jadi konfliknya lebih ke drama.
Terus cerita Sigi yang thriller, si anak yang merasa kehilangan dan mencoba menyelamatkan ibunya dari depresi karena kehilangan. Di filmnya Ilya bercerita tentang anak-anak SMA yang baru pertama kali jatuh cinta, yang kadang-kadang semua berpikir dia itu perfect, tapi ternyata dia menyimpan suatu kebohongan dan akhirnya terungkap di belakang. Lebih remaja, anak kecil, keluarga.
Kapan film ‘Pintu Harmonika’ tayang?
Rencananya akhir tahun karena kita nggak mau kayak keburu harus tayang. Kita maunya harus perfect dahulu semuanya, mau bagus. Kalau ada waktu kita ingin masukin ke festival dahulu.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk syuting film ‘Pintu Harmonika’?
Sekitar 12 hari. Mulai syuting 14 April 2012. Lokasi di sekitar Jakarta biar nggakbolak-balik. Jadi shift, karena ada scene sekolah sama ruko. Sekolah biasanya ambil gambar Sabtu-Minggu.
Bagaimana tanggapan orang terdekat soal profesi baru Anda sebagai sutradara?
Orang terdekat pastinya dukung. Semua teman mendukung, keluarga, fans. Siapapun yang dekat dengan saya. Ini kan bukan hal yang negatif. Ada kemajuan sebagai individu. Belajar, naik satu level. Positif sih. Banyak yang back-up, teman-teman banyak, sutradara, kru dan lain-lain.
Siapa sutradara dalam negeri yang jadi panutan Anda? Apa alasannya?
Dalam negeri banyak sih. Yang perempuan juga banyak, kayak Nia Dinata, Upi, Nan Achnas. Aku pernah kerja bareng sama dia. Menurut aku film dia yang ‘The Photograph‘ itu keren banget. Cuma nggak tahu kenapa banyak yang nggakmengerti. Banyak yang nggak suka padahal film itu keren, tapi mungkin kurang menghibur buat masyarakat kita. Mereka masih berpikir kalau film itu harus menghibur yang mewah atau bagaimana. Aku suka film-film yang ceritanyasimple, tapi maknanya lumayan kena.
Riri Riza, aku suka film dia yang '3 Hari untuk Selamanya'. Karena menurut aku, dia agak keluar dari dia. Maksudnya pas nonton ini jadi kayak bukan Mas Riri. Terus kalau kita bicara tentang Hanung, dia itu sutradara yang bisa bangetmelantunkan cerita dengan baik. Nonton film-film dia tuh kayak mengalir hampirnggak jumping-jumping.
Yang bikin mengalir itu yang susah banget. Mas Riri, Nia Dinata juga bisa. Mungkin karena pengalamannya sudah banyak, polanya sudah mengerti. Terus Joko Anwar dengan genre film yang selalu beda, agak gila. Menurut aku, semua film yang dikeluarkan oleh mereka perlu di-support dan aku pikir juga banyakcreator muda yang harus punya taste untuk membuat film bagus.
Membuat film bagus itu bukan berarti harus mahal, harus sok-sok film artnggakkayak gitu. Tapi penuturan ceritanya, pemilihan pas baca skrip dialognya, taste-nya harus bagus. Kalau teknik semua bisa dipelajari. Terutama aku, aku kanmasih awam banget, teknik, angle segala macam masih belajar. Cuma yang aku jaga adalah rasa si aktor dalam satu gambar, menyampaikan suatu rasa kira-kira bakal sampai nggak ya. Itu yang sebenarnya susah secara teknik.
Siapa sutradara luar negeri yang menginspirasi Anda?
Aku sukanya Woody Allen. Menurut aku isi filmnya menarik, kalau bisa dibilang sebenarnya filmnya simple dari pengambilan gambar dan secara look simplesemuanya. Nggak terlalu banyak special effect kayak James Cameron atau siapa yang benar-benar filmnya blockbuster, keren atau bagaimana.
Entah kenapa kalau Woody Allen membuat kita berpikir dengan dialog-dialognya yang cerdas, dengan cerita yang simple tapi bisa menarik bangetYa walaupun kadang-kadang film dia memang orang kadang suka, nggak mengerti karena banyak dialog. Ketika kita berusaha untuk mem-push kita untuk nonton sampai akhir, jadi kayak, “Gila gue suka banget film ini.”
Aku rasa di Indonesia belum banyak penulis skenario yang bisa membuat sesuatu tulisan yang cerdas. Dan dia itu kan pemain, directorwriter juga, dan menurut aku dia talented banget. Satu kesatuan orang yang benar-benar kalau mau bikin sesuatu, dia bisa semuanya. Lumayan aku takjub sama dia, lumayan ngefans sih.
Apakah ada keinginan untuk menyutradarai film yang lebih menantang?
Hmm we'll see hahaha.. Aku belum berani ngomong karena film ini belum lihat hasilnya. Inginnya sih lagi. Cuma masih deg-degan begitu, kayak pede nggak ya. Tapi akhirnya nyemplung juga sihNggak ada kata untuk balik. Jadi ya we'll see. Sudah nagih sih.
Secara pribadi Anda lebih suka dengan film bergenre apa? Dan apa film favorit Anda?
Semua genre. Aku nggak satu genre saja. Aku suka film-film yang unik, yang tiba-tiba bisa membuat pikiran, “Ih kok bisa.” Kayak filmnya Woody Allen. Aku terakhir nonton film 'The Descendants' juga bagus. Ceritanya simple, tapi rasanya kena banget ya. Kita sebagai penonton terbawa.
Terus kayak 'Drive'-nya Ryan Gosling yang keren. Terus ada film 'Submarine' tentang bully, tapi cara menceritakannya unik. Terus Sigi kemarin kasih lihat aku film Jepang judulnya 'Confession' itu agak sakit, keren. Kadang-kadang memilih film yang out of the box, jadi kayak, “Haa... ingin bikin film kayak begitu.” Filmnya Tarantino juga, yang sadis-sadis nyeleneh. Aku selalu takjub dengan orang-orang yang kok bisa ya punya ide seperti itu. Makanya aku suka nonton film biar ada referensi.
Bagaimana membagi waktu antara menjadi sutradara dengan pemain sinetron?
Ada beberapa bulan bikin film, kita fokus ke situ dahulu. Kalau berbarengan jadwalnya, nggak mau dipaksakan. Harus diatur, “Oke prioritas gue syuting dahulu atau bikin film dahulu.” Yang penting diinfokan ke berbagai pihak. Gue lagi film, nggak sinetron, ya izin. Kalau mereka mengiyakan aku ambil pekerjaan itu. Tapi kalau nggak bisa ya mendingan aku nggak ambil.
Pernah berkeinginan atau bermimpi suatu saat film yang Anda sutradarai bisa ditonton di luar negeri, seperti film ‘The Raid’ atau ‘Modus Anomali’?
Aku tidak menutup kemungkinan. Ingin sih iya. Kalau bisa dibeli kenapa nggak, tapi inginnya juga dipasarin di festival-festival. Tapi belum ada pembicaraan.