-->

Rabu, 20 Juli 2011

Jika Ariel Bicara

Jakarta -
Awalnya, Ani hanya bisa tersenyum malu-malu. Ia berdiri tidak terlalu jauh dari ruang tunggu tahanan Pengadilan Negeri Bandung Jalan R.E Martadinata, Bandung. Dari tempatnya berdiri, Ani bisa memandang Nazril Irham alias Ariel di balik jeruji. Senin, 6 Desember 2010, pegawai restoran makanan cepat saji di kawasan Riau ini ingin bertemu pujaannya. “Saya nge-fans dari dulu,” kata perempuan muda berambut agak pirang ini.

Bersama tiga orang rekannya, mereka sengaja datang. Ani sambil tersipu-sipu mendekat menuju jeruji. Wajahnya agak pucat, tangannya mendekap jaket warna ungu yang ia pakai. Ani mulai rikuh dan sibuk. “Mana kamera? Kok nggak bawa?” tanyanya pada sang teman. Wartawan mulai tertarik dengan sosoknya. “Panggil saja Arielnya,” salah seorang wartawan memberi saran. “Saya nggak mau, nanti masuk tivi,” katanya, centil.

Seseorang lalu berteriak pada Ariel. “Riel, ini ada fans-nya datang, lagi hamil,” lantang. Aga Khan, pengacara Ariel, mendekat. “Mana, ayo sini. Kamu bisa masuk ke dalam,” ajak Aga Khan pada Ani.
Ani sumringah, tapi ia menolak. “Nggak mau,” katanya. Ia memilih mendekat, meng-ulurkan tangannya pada vokalis Peterpan itu dari luar jeruji. “Riel, hadapi dengan senyuman ya. Ariel semoga cepat keluar [tahanan] ya,” katanya dengan suara besar. Ariel tersenyum dan mengucapkan terima kasih. “Jangan sedih,” tambah Ani. Ucapan ini malah membuat Ani terlihat sedih. “Tuh kan, saya jadi sedih,” ujarnya berkaca-kaca.

Perbincangan singkat antara pengemar dan sang bintang berakhir. Tapi wartawan mengajukan permintaan pada Ariel. “Riel, dia minta dielus perutnya, kasihan lagi hamil,” seru salah seorang wartawan televisi. Ani hanya bisa menahan gembira saat tangan Ariel mengelus pelan perutnya. ”Saya hamil mau tiga bulan,” kata Ani sumringah.
Terjadi menjelang sidang ketiga dengan agenda putusan sela, Ariel tergambar seperti biasa: saat tertawa kedua matanya menyipit tajam, tertawa tapi tak terasa lepas, namun tetap berusaha terlihat santai. Sesekali ia larut serius berbincang dengan tim pengacaranya.

Datang pukul setengah delapan pagi, Ariel harus menunggu sidang yang digelar sete-ngah 10 pagi. Ia merutuk jadwal yang molor. ”Ini semua berlebihan, menunggu sidang saja lama kayak begini,” keluhnya. Hari itu, ia mengenakan kemeja putih motif garis-garis dan celana warna hitam.

Ada yang lain didapat para wartawan dari Ariel. Berbeda ketika ia berada di tahanan Mabes Polri, kekasih Luna Maya ini begitu sulit ditemui media. Ketika tahanannya dipindah ke LP Kebon Waru, Jalan Jakarta Bandung, dan menjalani sidang perdana, pelan-pelan Ariel mau bicara.

Di sela-sela menunggu sidang, ia menyempatkan untuk menyapa penggemar seperti Ani dan meladeni pertanyaan para wartawan. Tak hanya itu, sayup-sayup dari luar pagar pengadilan puluhan massa yang meneriakkan agar Ariel dihukum berat pun tak pernah absen mengikuti sidang.

Ariel juga mendengar soal mereka yang kontra ini, ”Ada yang teriak hukuman 12 tahun buat saya itu kecil. Harusnya hukuman mati, waduh, bagaimana caranya? He he,” ujarnya. Agenda putusan sela hari itu akan menentukan nasib kasusnya. Apakah perkara hukum ini terus dilanjutkan atau ia akan beroleh bebas.

Saat masih menunggu, Ivana, kakaknya, datang berkunjung mengantarkan makanan. Memberi pelukan, berbincang sebentar lalu keluar.� Tak berselang lama, dua personel band eks-Peterpan, David dan Uki, datang. Terlibat obrolan sejenak, Uki lantas meladeni para penggemar yang berjejal di balik jeruji.

Ariel terlihat tekun mendengarkan lagu dari iPod yang dibawa David. ”Itu bukan materi baru. Materi lama yang rencananya mau dirilis, tapi sebenarnya bukan rahasia, lagi tunggu prosesnya selesai,” kata Ariel pada saya.� Tak lama, panggilan untuk bersidang datang. Pukul sembilan lewat, frontman berusia 29 tahun ini melangkah menuju ruang sidang utama di lantai dua.

Secara maraton, Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso yang memimpin sidang mengawali dengan pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) oleh dua hakim anggota Agus Suwardi dan Syahril Mahmud. Berbeda dengan dua sidang sebe-lumnya, jalannya sidang berlangsung terbuka. Penggemar Ariel, wartawan, anggota Laskar Pembela Islam, para anggota sebuah organisasi kepemudaan (OKP) berbaur di dalam ruangan.

Dalam dakwaan, Ariel dituntut dengan sejumlah pasal berlapis. Pasal 29 UU no. 4 tahun 2008 tentang pornografi jo pasal 56 ke-2 KUHP. Pasal 27 ayat 1 UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo pasal 45 ayat 1 UU ITE terakhir Pasal 282 ayat 1 KUHP. “Maksimal hukumannya 12 tahun,” kata Rusmanto salah seorang JPU.

Ariel dan tim pengacaranya pada sidang perdana 22 November lalu sudah mengajukan nota keberatan alias eksepsi. Namun dalam putusan sela, majelis hakim menolak karena materi eksepsi di luar ranah eksepsi. Singgih Budi Prakoso meminta proses persidangan dilanjutkan dengan agenda memanggil saksi-saksi.

Kekecewaan tergurat di wajah Ariel usai sidang. “Terus terang aku kecewa eksepsi ditolak,” keluhnya pada saya. “Kami akan terus melakukan perlawanan hukum,” kata Aga Khan, pengacara Ariel.
Jika semua berjalan normal, kemungkinan besar bulan-bulan ini Ariel bersama anggota band baru eks-Peterpan yang lain tengah giat-giatnya melakukan promo tour. Juni lalu, mereka pun sudah merampungkan syuting videoklip single album mereka. Video yang menarik. Di dalamnya memperlihatkan sosok Ariel yang seperti memiliki dua kepribadian: Lelaki tampan tengah berkaca pada sosok bengis di dalam cermin. Ada juga perempuan yang dirundung sedih sepanjang video. Khas video-video Peterpan.

Klip beres lalu masuk televisi. Single diputar di radio. “Sebulan kemudian launching,” kata Ariel. Bum! Dua video yang diduga berisi Ariel-Luna Maya dan Ariel-Cut Tary muncul ke permukaan. Menghancurkan semua rencana yang sudah disusun. Album tertunda, jadwal manggung banyak dibatalkan. ”Ada satu acara besar di Singapura dibatalkan. Nama acaranya Asian Giant. Peterpan main dengan Rivermaya,” kata Ariel.

Kasus ini mengguncang negeri. Membelah masyarakat pada dua kutub besar: prihatin pada nasib sang rockstar sedangkan yang lain berteriak keras minta Ariel dihukum berat. Ariel kembali menjadi buruan media. Rumahnya di bilangan Antapani, Bandung, tak henti-hentinya disantroni kuli tinta.

Kedatangannya pertama kali ke Bareskrim Mabes Polri menjadi pemandangan agak memilukan: seorang lelaki yang biasa dielu-elukan hari itu berkemeja hijau motif kotak-kotak terlihat ringkih memegang ta-ngan sang kekasih. Lampu kamera yang terang memperlihatkan beban besar di matanya yang menyempit.

Kasus ini menyisihkan—membuat orang lupa sementara, pada banyak kasus besar yang tengah terjadi di Indonesia. Misal, kasus korupsi milyaran rupiah pegawai pajak Gayus Tambunan, mafia kasus di Mabes Polri. Media, percakapan jejaring sosial, forum dunia maya membahas berbagai konspirasi, juga jokes tentang ketiga orang yang dirundung malang tesebut.

Di sisi lain, entah berapa orang yang ramai-ramai mengunduh video-video tersebut di dunia maya. Diam-diam, tanpa sorot kamera, ia menyerahkan diri secara sukarela pada polisi setelah video porno kedua yang diduga Ariel dan Cut Tari keluar. Tanpa melalui proses yang transparan polisi kemudian menetapkan Ariel sebagai tersangka.

“Saya dibilang ikut mengedarkan video, bagaimana mungkin? Saya ini hanya korban,” kata Ariel. Menurutnya, sampai saat ini tidak ada satupun barang bukti miliknya yang disita polisi. “Orang yang jelas-jelas mengedarkan video itu sendiri sampai sekarang nggak terekspos,” katanya. Ia menyebut Anggit Gagah Pratama dan nama-nama lain yang mengunggah. “Tidak ada media yang mempersoalkan si Anggit dan para penyebar ini,” ujarnya.

Redjoy alias RJ tersangka penyebaran video sendiri membantah dirinya menyebarkan video tersebut. Ia mengaku meng-copy paste isi harddisk eksternal milik Ariel tahun 2006 lalu di studio Capung, Antapani, Bandung. Saat itu seingatnya, Ariel menyerahkan materi album Hari Yang Cerah. Harddisk eksternal 160 GB itu memuat beberapa folder lagu.

“Biasanya nama folder adalah nickname Ariel,” kata Redjoy. Ia menyortir sejumlah folder, yang di dalam salah satunya terdapat dua video itu. “Kaget, pas tahu ada video itu. Nggak diapa-apakan, cuma ter-copy di harddisk CPU komputer studio,” ujarnya. Redjoy sendiri bekerja sama dengan Peterpan sejak album Alexandria (2005).

Sebagai editor musik, tugasnya adalah merapikan bagian-bagian dalam sebuah lagu. “Satu lagu biasanya beres dalam tiga hari,” ujarnya. Mengedit album Peterpan baginya adalah tantangan, termasuk album baru yang akan keluar nanti. “Saya masih terlibat, musiknya sekarang lebih njlimet. Pemilihan sound-nya sulit,” ujarnya.
Menurutnya, kemajuan Peterpan jauh lebih meningkat dibanding sebelumnya. “Masuknya David juga jadi nilai tambah. Orangnya bermain dengan teori yang kuat,” kata lelaki bercambang ini saat saya temui ketika menunggu sidang.

Kembali ke video. Setelah mendapat video tersebut, Redjoy mengaku tidak memberi tahu anggota Peterpan yang lain. “Di Peterpan, yang paling dekat ya sama Ariel,” ujarnya. Setahunya, video tersebut terpecah-pecah menjadi beragam video. Ia langsung menghapusnya, meski tidak seketika. “Tapi di studio ada software khusus pencari data yang sudah dihapus supaya kembali lagi,” tuturnya. Aman.

Masalah datang ketika Anggit Gagah Pratama, sepupunya, datang berkunjung. “Dia biasa main ke studio,” katanya. Pada Redjoy, Anggit lebih sering membicarakan soal fotografi. Mahasiswa berambut gondrong ini kerap pula memainkan komputer studio. Mungkin di sanalah Anggit menemukan video-video tersebut. “Dia pamit pulang, tiis (cuek) saja nggak bilang soal video tersebut,” katanya.

Empat tahun berlalu. Juni 2010, video yang sudah dianggap mati dan tidak ada muncul di permukaan. ”Kaget banget, itu video yang pernah saya tonton. Tapi berpikirnya, mungkin ada orang lain yang punya,” katanya. Tapi telepon dari Anggit sebelum bulan puasa mengejutkannya. “Ia mengaku mengambil file itu. Tapi katanya video itu juga dicuri lagi sama temannya,” katanya.
Setelah telepon itu, “Saya sampai lima hari stress banget,” paparnya. Ia mulai menyiapkan diri nama terseret pusaran kasus ini. “Saya mulai bilang ke ibu, ke orang-orang dekat, kalau saya pasti akan dipanggil polisi,” katanya. Polisi datang ke rumahnya di bilangan Buah Batu. Redjoy dijemput tanpa paksaan.

Ia dititipkan di ruang tahanan Polres Jakarta Selatan. Di sana, ia bertemu dengan tiga orang anak muda yang ditangkap polisi karena menyebarkan video tersebut. ”Mereka teman-teman Anggit,” katanya. ”Mereka shock,” tambahnya. Sempat berdialog, dua orang rekan Anggit mengaku mendapatkan file itu dari flashdisk Anggit. ”Lalu tersebar di antara mereka,” katanya.
Mereka juga mengakui jika file-file yang terpecah-pecah itu mereka edit kembali supaya layak tonton dan bisa diunggah. ”Jadi bukan Anggit yang menyebarkan. Kabarnya yang menyebarkan ke internet ada teman keempat mereka, tapi saya tidak tahu siapa,” ujar editor yang pandai main gitar ini. Disinggung jika Anggit adalah putra dari pejabat kepolisian, Redjoy membantah. ”Bukan. Bapaknya kerja swasta,” katanya.

Menurutnya, ia ingin proses hukum ini menindak pihak-pihak yang tak bertanggung jawab itu. ”Yang mengedarkan harus diproses,” katanya. ”Saya tidak pernah meng-edarkannya,” katanya. Jika semua proses hukum ini sudah dijalani, ia mengaku, ”Saya ingin diterima lagi oleh anak-anak Peterpan,” paparnya. Kondisinya memang sulit, bahkan pengemar Peterpan saat ini membencinya.
”Ada yang berteman dekat dengan saya, sekarang malah balik membenci,” keluhnya.

Nasib sudah berkata lain. Kasusnya terus bergulir hingga pengadilan. Masa tahanannya terus diperpanjang hingga empat kali. Permohonan penangguhan penahanan yang diajukan pengacara tidak pernah terkabulkan. Hari-hari ke depan, nasib Ariel baru akan terjawab.

Dalam beberapa kesempatan di sela-sela menunggu persidangan, penyuka game online ini berbicara dengan saya tentang banyak hal. Pembicaraan tak leluasa tentu saja. Ariel berusaha menjawab seterbuka mungkin.
TENTANG ALBUM BARU

Sebetulnya, sudah berapa matang album baru kalian, sebelum terjadi proses hukum ini?

Itu lumayan, sudah hampir menetaslah.� Sudah 90 persen, malah 95 mungkin. Yang kurang, tinggal ada lirik di satu lagu, lagunya sudah selesai, liriknya tinggal dilengkapi. Video klip sudah jadi.

Berapa lama proses pembuatannya?
Sekitar dua tahun. Mengerjakannya selang-seling. Nggak terus-terusan.

Proses album ini tergolong lambat dibanding sebelumnya. Kenapa?
Kadang-kadang kita berkaca pada band luar, kenapa mereka bisa sesantai itu [mengerjakan album]. Mereka nggak kayak dipecut. Kalau di sini kan seperti kuda dipecut. Setahun sekali harus keluar album. Coldplay, lama [nggak keluar], sekalinya keluar bagus.� Nah, kita berharapnya juga seperti itu, tidak memaksakan mood. Mudah-mudahan, setiap keluar album itu hasilnya bagus.

Tidak ada hambatan teknis?
Nggak ada. Misalnya satu lagu, belum ketemu enaknya. Diamkan saja dulu. Tunggu, oh enaknya begini, baru [diselesaikan] begitu.

Ada berapa lagu rencananya?
Ada delapan sampai sembilan lagu. Kami inginnya setiap lagu dipromosikan. Kadang di tiap album ada sepuluh lagu, tapi ada dua lagu yang nggak kedengaran sama sekali.

Seperti apa kemajuannya dibanding album-album sebelumnya?� Apakah album ini cenderung lebih keras?
Kalau sudah keluar, orang bisa lihat sendiri progresnya. Terlalu abstrak. Tapi David, Uki dan Lukman banyak memasukan instrumen-instrumen baru. Nggak keras. Masih seperti album Peterpan yang dulu. Ada satu lagu yang keras, yang lainnya sama. Kalau musiknya, banyak perubahan.

Dari segi lirik, ada perubahan?
Lirik, ada satu lagu yang bicara tentang nasionalisme. Sisanya, hubungan cinta-cintaan. Secara musik, kita mulai memasukan instrumen tradisional Indonesia. Ada juga instrumen tradisional dari luar.

Lagu ciptaan David dipilih menjadi single pertama dan dibuatkan video klipnya.
Karena berbeda. [Bagian] depannya. Saat hearing, orang-orang bilang ini beda.

David termasuk anggota baru di dalam band,� kalian sudah berani mengakomodir?
Dia bagus. Punya potensi besar. Sayang kalau cuma jadi tukang keyboard acara kawinan. [tertawa]

Album ini digarap di mana?
Rekaman di studio Masterplan. Kalau konsep dan bikin lagu itu kebanyakan di rumah Uki.

Nama baru sudah siap? Betulkah perdebatannya seseru seperti yang ditayangkan televisi swasta itu?
Sebenarnya begini, reality show itu kan niatnya karena kita ingin santai. Untuk menjaga eksistensi, kita bikin acara itu. Memang jadinya tidak seperti yang kita bayangkan. Jatuhnya harusnya lebih bagus, lebih reality show (dalam tayangan itu ternyata mereka berakting kaku-Red). Yang kedua, adanya tayangan itu dengan tetap menjaga eksistensi tapi tidak mengganggu rekaman. Ternyata yang terjadi adalah rekaman terganggu. Salah perhitungan, jadi semakin lama.
Proses pencarian nama juga semakin lama, karena kita kebanyakan berpikir untuk acara itu tadi

Tapi kini soal nama sudah pasti?
Belum. Tetap menyisakan beberapa kandidat [nama]. Tetap nama barunya akan dikeluarkan pas launching album. Di sisi nama sendiri, kami tidak ada perdebatan. Kami benar-benar belum menemukan nama yang pas. Kebanyakan saat ada yang menyebutkan nama, bagus...bagus, tapi kok kurang ya?

Tersebar kabar namanya Masterplan?
Itu rumor, he-he-he.

Kapan album ini akan dirilis?
Pas beres bikin video klip, harusnya sebulan kemudian rilis. Syuting, klip jadi, begitu on air nya siap, masuk televisi, sebulan kemudian pasti launching. Tapi itu sudah lewat. [memandang lalu tersenyum]

Meski dirundung kasus, apakah album ini akan tetap keluar?
Kita awalnya kan yakin kasus ini nggak P.21 [berkas polisi dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan]. Yang lain bilang, ”Kita tunggu saja sampai maksimum tahanan polisi ini selesai 120 hari, habis itu kita launching.” Ternyata di luar dugaan, dinyatakan P.21. Sekarang lagi disusun beberapa rencana.

Mungkin tidak, jika album baru ini dirilis tanpa kehadiran Anda?
Bisa jadi. Tapi bentuk rilisnya kita belum tahu, apakah album atau single, semua masih dalam perdebatan.

Bagaimana Anda menyakinkan personel lain untuk tidak gelisah dengan eksistensi band selama menunggu proses hukum selesai?
Proses ini sangat memakan waktu. Saya nggak banyak meyakinkan mereka. Cuma kalau sekali ketemu, ada yang kita omongkan. Malah banyak ide yang saya kasih supaya mereka mengisi kekosongan. Tapi mereka nggak mau juga maju sendiri-sendiri. Paling sambil menunggu proses hukum, mereka mengerjakan proyek-proyek lain.
Itu tadi, pas awal-awal [kasus] bertahap ada rencana A, B, tanggung nih, begitu selesai masa tahanan. Ternyata... Sekarang sudah rencana keberapa, akibat kemahiwalan (kasus nyeleneh) ini. [tersenyum simpul]�

Betul ada rencana diproduseri Abdee Negara? Bikin single?
Bukan single, sebenarnya kami yang mau jadi produser. Saya, Abdee dan beberapa nama besar lain. Cuma nanti, karena prosesnya tertahan terus akibat beberapa hal. Ini proyek santai, jadi ditundanya lumayan lama.
MENJADI TAHANAN

Terkejut berhadapan dengan proses hukum?

Sangat terkejut. Saya waktu itu lagi siap-siap untuk album baru. Sering pulang pergi Jakarta-Bandung. Saat-saat itu, sebenarnya saya lagi banyak meluangkan waktu sendirian untuk menyelesaikan lirik.

Sangat terguncang?
Lumayan, seperti gempa Yogya...[tertawa]

Apa yang terlintas di pikiran saat pertama kali ditahan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri?
Pikiran saya nggak di dalam waktu itu, masih di luar. Kenapa bisa begini? Terpikir, oh mungkin proses hukumnya harus seperti ini, ya saya jalani saja dulu.

Kabarnya sel Anda di Bareskrim berhadapan dengan Abu Bakar Basyir?
Oh, itu ceritanya begini. Awalnya, sel saya yang direbut oleh ustad Abu. Ha-ha-ha. Gue duluan di situ kan. Beberapa lama kemudian, Pak Ustad masuk dengan pengawalan ketat. Gue dipindah dulu, karena kamar itu akan jadi sel isolasi Ustad Abu. Sudah beberapa lama di situ, ada yang keluar. Gue pindah lagi, berhadap-hadapan dengan selnya.

Pernah ngobrol? Dia mengenal Anda?
Lucunya di situ. Saat istirahat, kami duduk di ruang tengah. Beliau lewat, nggak tahu apa pemicunya, kalau nggak salah, ada yang ngobrol dengan beliau. Lalu ustad bilang, “Maaf, saya kurang tahu ini siapa.” Yang lain bilang, “Ini Ariel, Pak”. “Oh, ini Ariel.”
Anehnya, dari bibirnya yang pertama kali keluar bukan seperti sosok yang menakutkan. Dia bilang, “Jangan berkecil hati”. Katanya, manusia diturunkan ke bumi untuk belajar, berbuat dosa. Tapi juga untuk menyadari dosanya dan mengubah dirinya. Nanti kalau manusia nggak bikin dosa lagi itu dimatikan semua. Jangan berkecil hati, yang penting tobat saja. Itu intinya.

Di Bareskrim banyak tahanan kasus kelas kakap, banyak hal baru didapat?
Ya, tapi kadang-kadang pusing karena obrolannya. Ada anggota DPR, ilegall logging, batubara. Pusing. Obrolannya terlalu pintar. [tertawa] Tapi seru banget di Bareskrim itu.

Saat pindah ke Kebon Waru, apakah jauh lebih nyaman dibanding di Bareskrim?
Kenyamanan bukan soal orangnya, tapi udara. Di sini lebih nyaman karena udaranya terbuka, ada sinar matahari. Di sana tertutup, AC, matahari nggak ada. Di satu titik saja baru ada tempias sinar matahari. (Ariel mengaku karena jarang tersentuh matahari, kulitnya menjadi lebih sensitif. ”Tapi di Waru sudah sehat lagi,” katanya.)
Di sisi orang, saya tidak butuh waktu beradaptasi. Saya kan lima tahun hidup di jalan, jadi nggak susah untuk beradaptasi.

Sampai detik ini sudah menerima kasus hukum yang menimpamu?
Nasib, saya terima. Tapi proses hukumnya nggak!

Kecewa dengan penegakan hukum di Indonesia?
Ya. Saya merasa diperlakukan tidak adil. Kasus-kasus sejenis sebelumnya yang menyangkut para politisi kok nggak diusut?

Pendapat Anda soal kelompok tertentu yang terus menekan jalannya proses hukum ini?
Saya nggak bisa kasih pendapat ke mereka. Karena saya nggak tahu motif mereka apa.� Kalau memang murni, bagaimana juga? Soalnya saya ketemu sama ustad-ustad, nggak ada yang seekstrem itu. Semuanya dari belakang [menasihati], ”Kamu begini, kamu harus begitu”.

Anda dianggap merusak moral bangsa.
Saya tidak merasa merusak. Di sini, saya korban. Yang merusak adalah mereka yang mengupload, nggak berpikir kalau privasi orang sudah dilanggar. Mereka yang nggak memikirkan efek dari penyebaran itu, televisi yang menayangkan gambar itu lalu dilihat anak kecil, saya kira itu lebih merusak.
PERUBAHAN DAN RENCANA ARIEL

Proses hukum ini melelahkan. Apa yang menguatkan Anda?
Kehadiran keluarga, orang-orang dekat, Sahabat Peterpan juga. Pasti itu yang di dunianya. Selain diri sendiri, dikuatkan juga sama Yang Di Atas.

Seperti apa proses menguatkan diri itu?
Prosesnya panjang sekali. Terlalu panjang buat diceritakan. Yang pasti, banyak buku yang saya baca bagus-bagus, mengenai masalah. Saya juga baca biografi orang-orang besar, kasusnya berbeda tapi nasibnya sama.
Malah ada yang perlakuannya lebih parah.�Dari sisi agama juga banyak, mungkin sudah dikasih jalannya. Saya ketemu dengan orang-orang berpengalaman yang tahu agama, salah satunya dari Ustad Abu itu. Jadi begitu prosesnya, dari orang-orang yang pengalaman soal agama juga dari buku.

Dari mana datangnya dorongan untuk membeli buku-buku agama tersebut?
Dari diri sendiri. Kebetulan di tahanan Bareskrim ada orang Afganistan, dia orang syi’ah. Tanya-tanya sama dia. Dia cerita tentang sejarah Islam, soal khalifah. Dari situ ternyata masih banyak yang belum gue tahu tentang sejarah Islam.
(Ariel membeli banyak buku untuk meng-habiskan hari-harinya di Waru. Salah seorang rekan dekatnya mengatakan pelantun ”Di Balik Awan” itu sering menitipkan daftar belanjaan buku yang harus dibeli. Saya melihat daftar itu. Ada sepuluh buku baru yang harus dibeli, dua di antaranya adalah Alawite karya Ali Bin Abi Thalib dan Mutiara Ilmu Islam Ali bin Abi Thalib karya Waheeda El-Humayra. ”Saya cuma ingin baca yang macam-macam dan beda”, kata Ariel.)

Apa saja kegiatan di Kebon Waru?
Kalau di Waru, lebih banyak baca buku. Jarang berdialog seperti di Bareskrim. Paling olahraga sekali-kali. Jarang keluar sel. Makanya itu kemarin ada tabloid gila, bilang saya nggak pernah di dalam sel. Sakit jiwa! Mereka mungkin dapat bocoran di dalam, tapi dilebih-lebihkan, kesannya saya dapat keistimewaaan, padahal siapa yang diistimewakan?

Rajin bikin prosa juga?
Iya, soalnya kalau bikin lagu sepertinya nggak mungkin. Menciptakan lagu satu saja. Di sini dapat jatah (memakai ruangan musik di Waru) seminggu dua kali main. Kebetulan ada salah satu napinya yang jago musik. (Di tahanan, selain buku dan iPod, Ariel juga membawa buku tulis: isinya kalender buatan tangan, prosa, hingga coretan gambar).

Album yang� didengar selama di tahanan?
Nggak ada yang baru. Paling dengar Keane yang baru (Night Train Out), album sendiri yang baru (eks-Peterpan). Nggak terlalu banyak dengar yang lain, album-album lama Peterpan, Jack Johnson, Suede, Keane. Sudah, yang lain saya malas dengar. Oh ya, sama lagu Iwan Fals yang ”Bongkar”.

Anda dikenal sebagai pribadi yang misterius dan tertutup. Apakah proses penahanan ini membawa perubahan?
Kalau ke umum tetap saja seperti itu, untuk apa juga berubah. Aku nggak terlalu banyak keluar kamar soalnya, tapi masih tetap bersosialisasi dengan yang lain. Jadi dari sisi [kepribadian] nggak ada yang berubah dari aku.

Seberapa religius sekarang?
Ha-ha-ha, masih sedikitlah. Cuma lebih baik dari yang sebelumnya. Soal sholat lebih rajin, itu sepertinya terlalu sentimentil kalau gue bilang, ha-ha-ha. Susah diukur.

Terpikirkan, penerimaan sebagian publik tidak semudah sebelum kasus ini terjadi?
Aku nggak memikirkan itu. Peduli amatlah, bagaimana nanti saja. Kita lihat nanti.

Kangen manggung?
Lumayan. Kalau lagi ditahan, semua kangen. Kangen jalan-jalan, bukan manggung doang. He-he-he.�

Penilaian Anda pada media sekarang?
Saya menyayangkan media-media muda yang berorientasi ke gosip. Dari dulu saya beranggapan yang bisa mencerdaskan bangsa adalah media. Media-media baru ini kurang bertanggung jawab dengan apa yang dimakan oleh masyarakat. Harusnya pimpinan infotainment berpikiran kalau berita itu ditayangkan di televisi pukul sembilan pagi, ditonton anak-anak. Menurut saya, mereka kurang bertanggung jawab. Itu yang gue sayangkan.
Menulis berita silakan, wong itu kerjaannya. Kalau soal mereka senang memberitakan privasi saya, wajar. Yang nggak wajar itu tata caranya. Kita lihat di luar, seekstrem apa sih paparazzi dan infotainment di sana, mereka punya tata cara. Nggak sampai mendekat. Di sini, buat jalan saja nggak bisa. Mudah-mudahan dewan pers bisa menertibkan yang seperti itu.

Kasus ini melibatkan orang kepercayaan Anda, RJ. Adakah nilai yang berubah untuk mempercayai seseorang?
Nggak ada perubahan. Karena ini, benar-benar di luar kekuasaan manusia. Contohnya begini, polisi bertanya, apa barang kamu yang hilang? Nggak ada yang hilang. Kalau dalam mempercayai orang, ada poin-poin tertentu yang nggak akan berubah banyak. Yang terjadi di sini, sudah seizin Yang Di Atas. Nggak perlu jadi paranoid sama orang-orang.

Punya rencana pribadi setelah bebas nanti?
Sesudah kejadian ini, rencana tetap sama. Tapi gua nggak bisa bilang sekarang. Kalau dibicarakan, takutnya malah nggak jadi.
Usai beberapa kali bertemu di Pengadilan Negeri Bandung, Ariel menitipkan secarik kertas berisi prosa pertama yang ia buat saat masih ditahan di Bareskrim Mabes Polri. Kenapa ia bungkam pada media? Kenapa ia tidak membela diri? Prosa yang khusus ia berikan pada Rolling Stone Indonesia menjawab semua tanda tanya itu.
Jika saya bercerita sekarang
Maka itu hanya akan membuat sebagian orang memaklumi saya.
Dan sebagian lagi akan tetap menyalahkan saya.
Tetapi itu juga akan membuat mereka memaklumi dunia
yang seharusnya tidak dimaklumi.
Dan tidak ada yang dapat menjamin apakah, semua dapat memetik hal yang baik dari kemakluman itu,
atau hanya akan mengikuti keburukannya.
maka saya lebih baik diam.

Jika saya bersuara sekarang
maka itu hanya akan membuat
saya terlihat sedikit lebih baik
dan beberapa lainnya terlihat sedikit lebih buruk sebenarnya.
maka saya lebih baik diam.

Jika saya berkata sekarang
maka akan hanya ada caci maki dari lidah ini.
Dan teriakan kasar tentang kemuakan
serta cemoohan hina pada keadilan.
maka saya lebih baik diam.

Saya hanya akan berkata pada Tuhan,
bersuara kepada yang berhak,
berkata kepada diri sendiri
lalu diam kepada yang lainnya
lalu biarkan seleksi Tuhan
bekerja pada hati setiap orang


Bareskrim 2010�

Tidak ada komentar:

Posting Komentar